Dari update
status dari media sosial, kita dapat mengamati diri orang lain atau diri kita
sendiri. Betapa kita sering mengumbar kegiatan ,aktivitas dirinya kepada
publik, menunjukkan perhatiannya yang hanya tertuju kepada dirinya sendiri.
Mengeluh,
meledakan emosi, merasa tak dizolimi , kita melihat bagaimana kita sering tak
bisa mengendalikan kontrol diri kita sendiri.
Sejauh mana pandangan orang lain jika kita berkomentar tentang sesuatu
terus mengenai diri sendiri tanpa peduli kapan seharusnya kita bisa berkomentar
dan kapan harus berhenti komentar.
Belajar
Pengembangan Diri:
Tidak bisa
mengharapkan pengembangan diri dari suatu tempat kurus atau perusahaan yang
punya program pengembangan diri.
Mengapa? Banyak hasil dari
pengembangan diri yang diusahakan oleh perusahaan untuk karyawannya ternyata
tidak efektif. Begitu selesai kursus,
workshop, mendapatkan sertifikat, selesai pula apa yang diajarkan. Seolah tak
ada satu pun yang dapat diharapkan dari apa yang telah dipelajari.
Kekuataan
Self Knowledge
Ternyata
teori tak berguna jika tak digunakan.
Lalu bagaimana? Carilah kekuataan dalam diri kita bukan kelemahan diri
kita. Setelah mendapat kekuataan maka dia harus mengembangkannya dan menjadikan
keberhasilan. Keberhasilan diukur oleh orang lain dan respons dari tugas dan
umpan balik dari orang di seputar kita.
Analisis feedback adalah salah satu jalannya. Jangan takut “Sakit hati” atau takut kalo
penilain kita bernada subjektif atau sentimen.
Setiap orang
terlahir dengan proses belajar. Belajar untuk jatuh, bangung dan tak ada
seorangpun yang pandai sesuatu bidang bisa langsung mengusai bidang itu secara
keseluruhan. Contoh orang yang terlahir kuat matematika, tak mungkin bisa
mengusai semua nya contoh ada trigonometri dsb. Orang yang kuat bahasa, tak
bisa semuanya dikusainya karena ada banyak hal dari bahasa seperti gramatika,
cara menulis dan gaya bahasa. Suksesnya
dan kegagalan diri adalah pelajaran yang penting bagi orang yang akan
dewasa. Cara belajar tiap orang berbeda,
tetapi yang pasti ada kemauan untuk belajar setiap langkah penyebab kesuksesan
dan kegagalan. Jangan berjalan di tempat
“abuábu”, selalu trial dan error dan tidak selalu mencari jalan pintas. Inilah yang disebut dengan “self knowlege”
dibutuhkan untuk strategi karir, belajar bahkan kehidupan prbadi.
Arogansi
menjadi bumerang
Hambatan
seseorang dengan menggangap dirinya “intelectual
arrogance” dimana dia merasa “kuat” tak
mau membuka pikiran terhadap masukan , hal baru , akan menjadi bumerang bagi
dirinya.
Contoh: orang yang selalu berdalih mengatakan “Anda
tahu apa
mengenai pekerjaan saya?” Dengan
perkataan lain, kita telah membuat tembok pembatas agar orang lain tak tahu apa
yang ada dalam diri kita. Gelas yang
isinya hanya setengah merasakan betapa hebatnya dia. Semua informasi telah digenggamnya.
Sebaliknya
cari strtaegi mencari umpan bali,dukungan, menerima informasi, feedback dari
orang lain akan membuat pekerjaan kita optimal. Jangan sampai kita terjebak
dalam arogansi yang membunuh perkembangan diri kita.
Dunia kita
begitu luas dan kesempatan kita tak terbatas, kita dapat berkiprah secara
global. Bisnis dapat dijalankan dalam sekali pencetan di kompter.
Great
achiever seperti Napoleon, Leonardo da Vinci, komponis Mozart juga terkenal
dengan kemampuan mengatur diri sendiri. Kemampuan untuk menjaga kewaspadaan
diri adalah modal bagi kita untuk berkembang. Kewaspadaan tak tergantung dengan
usia. Anak mudah , para milenial pun bisa sangat waspada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar