"THE SECOND LIFE"


Di akhir tahun terjadi bencana yang menimpa pesawat Air Asia QZ8501.   Pesawat yang berangkat pada tanggal 28 Desember seharusnya take off jam 7.30 diajukan menjadi 5.30.

Chritianawati, salah seorang penumpang dengan keluarganya yang berjumlah 10 orang sejogjanya akan menumpangi Air Asia QZ8501 itu. Namun, mereka tidak menerima pemberitahuan bahwa pesawat Air Asia itu dimajukan waktunya.   Saat itu mereka sedang berada di gereja ketika pemberitahuan itu dikirimkan.

Saat mereka sekeluarga tiba di Bandara, ternyata mereka baru saja diberitahukan bahwa pesawatnya sudah berangkat.  Dengan komplain yang berat, dengan "marah" dan "ngotot", mereka minta agar dapat diterbangkan ke Singapore.   Akhirnya Air Asia mengabulkan mereka dapat terbang dengan Air Asia pukul 12.30  dengan transit ke Jakarta. Tentu hal ini tetap tidak memuaskan mereka. Rasa kecewa, marah, tetap mengghinggapi mereka karena harapan untuk terbang sesuai jadwal batal dan pengajuan jadwal hanya sepihak saja dari Air Asia. Keluarga telah berangkat sesuai jadwal, yaitu 5.30 untuk penerbangan 07.30.

Tiba-tiba pada pukul 6.30 adik dari Chstiawati menelponnya. Dia mengatakan bahwa pesawat AirAsia QZ8501 lost contact.   Mereka langsung berunding untuk membatalkan dan tanpa memperdulikan semua tiket yang telah dibeli, voucher hotel, pertunjukkan .

Shock merenungkan apa yang akan terjadi apabila mereka ber-10 berangkat dengan AirAsiaQ8501.  Mereka telah mendapatkan ""THe Second LIfe".

Pelajaran yang dapat kita dapatkan dalam hal "marah" baik kepada orang lain, Tuhan atas apa yang tidak sesuai dengan harapan kita adalah Tuhan di atas segalanya, Tuhan mempunyai rencana indah untuk hidup kita.  Damai dan sejahtera harus dimiliki apabila kita mendapatkan kesempatan "The Second Life" dan bersyukur atas segala apa yang diberikan Tuhan kepada kita dengan pembaharuan total.

Bersyukur karena nyawa itu tak bisa dibeli dengan apa pun.  Kehendak Tuhan agar kita masih bisa memperbaiki hidup kita makin lebih baik lagi dari yang kemarin. Meninggalkan sama sekali apa yang tidak baik, bukan hanya memakai baju baru tapi tetap label yang lama. Tapi benar-benar, baru dari dalam maupun luarnya.

Menyalakan Lilin Dalam Diri



Oleh: Gede Prama

Menjadi presenter di depan sejumlah pemimpin perusahaan minyak, menurut saya sering menantang dan memberi inspirasi. Menantang, karena berhadapan dengan sekumpulan orang brilian yang bisa menjadi sparring partner yang meyakinkan. Memberi inspirasi, sebab dengan tantangan-tantangan yang maha berat, kemudian kepala saya bisa mengeluarkan sesuatu yang tidak terfikirkan sebelumnya.

Di Hyatt Regency Bandung pada awal Desember 1998 lalu, untuk sekian kalinya saya menemukan pengalaman menantang dan penuh inspirasi ini. Sejumlah insinyur menghujani saya dengan pertanyaan tentang kualifikasi seseorang yang layak menjadi pemimpin.

Sebagaimana pernah saya tulis di lain kesempatan, dalam hubungan antarmanusia, orang lain sebenarnya cermin kita. Bila melihat muka jerawat di cermin, tentu saja yang diobati muka kita, bukan cerminnya. Hal yang sama juga berlaku bagi setiap gangguan dalam hubungan kepemimpinan. Mencari kesalahan di orang lain - kendati kadang berhasil membuahkan perubahan yang temporer - sama saja dengan mengobati jerawat di cermin.

Berdiri di atas keyakinan terakhir, setiap bentuk kualitas hubungan kepemimpinan, sangat diwarnai oleh seberapa terang 'lilin' yang ada di dalam diri sang pemimpin. Begitu lilin tadi menyala, sebagian besar permasalahan hubungan antarmanusia sudah terpecahkan.

Lady Diana, Mahatma Gandhi, Abraham Lincoln adalah sederetan pemimpin yang lilinnya menyala secara terang benderang. Dan lilin mereka demikian menerangi, karena tabungan perbuatan baiknya sudah menggunung.

Saya memang masih jauh dari kualitas yang dimiliki tiga pemimpin di atas. Bahkan, masih menyimpan banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Namun, perjalanan saya sebagai konsultan bertutur bahwa ada sejumlah langkah yang layak untuk dicermati.

Pertama, saya tidak antiego. Bahkan, banyak kemajuan didorong oleh mesin ego. Tulisan inipun ada karena sebagian didorong oleh ego. Namun, ego yang berlebihan sangat potensial mematikan lilin dalam diri kita.

Penyeimbang paling efektif dari ego adalah kebijakan. Yang terakhir ini bisa berasal dari kedewasaan, belajar dari filsafat, agama atau sumber kebijakan lainnya. Saya belajar kearifan justru dari orang-orang bawah. Tukang taman yang mengurus taman saya di rumah, satpam penjaga komplek, caddy yang mengantar saya di lapangan golf, atau supir jemputan putera-puteri saya adalah sebagian dari guru-guru kebijakan yang saya banggakan.

Betapa tidak membanggakan, mereka memberi saya kearifan, dengan uang demikian sedikit masih bisa bersukur ke Tuhan. Dengan penampilan yang sederhana, masih memiliki percaya diri berkomunikasi dengan orang lain. Dengan kerut muka hitam dan kotor, masih bisa tersenyum ke orang lain.

Lebih dari itu, karena kehidupan kerap bergerak naik turun seperti roda, saya sering diingatkan secara tidak langsung oleh mereka, bahwa sayapun bisa seperti mereka.

Kesombongan, sifat takabur, sok dan egoisme lainnya sering diobati secara sangat mujarab oleh 'guru-guru' di atas.

Kedua, dalam komunikasi, sering dikemukkan seseorang disebut berhasil bila sampai pada tataran communication with heart. Heart, kalau mau diperinci sebenarnya berasal dari kata hear dan kata art. Alias, seni mendengar. Terus terang, ada banyak sekali yang bisa diperoleh dengan menguasai seni mendengar.

Coba bayangkan sepasang suami isteri yang mempersiapkan rumah untuk arisan keluarga. Dari mengecat tembok, membersihkan rumah, membeli peralatan dan makanan sampai dengan membeli sejumlah hal yang membanggakan. Tidak sedikit dana dan tenaga yang dikeluarkan untuk itu. Ini hanya sebuah ilustrasi, bahwa banyak manusia yang mau membayar mahal, hanya agar dihargai oleh orang lain. Dengan sedikit ketrampilan mendengar, Anda bisa memperoleh banyak sekali hal dari jutaan manusia yang haus penghargaan.

Ketiga, setiap orang memiliki sesuatu yang kecil bagi orang lain, namun besar artinya bagi si pemilik. Nama, putera-puteri, ulang tahun, baju, dasi, jam tangan dan masih banyak lagi yang lain, adalah sebagian dari hal kecil yang bisa memperbaiki kualitas hubungan antarmanusia.

Bayangkan bila Anda lupa dengan ulang tahun Anda hari itu, dan tiba-tiba ada kartu datang yang bertuliskan : happy birthday. Atau, bertemu dengan teman lama, dan ia ingat nama putera-puteri Anda. Atau, di tempat yang jarang dikunjungi, tiba-tiba ada orang yang memanggil nama panggilan Anda dengan nada penuh persahabatan.

Keempat, lilin dalam diri kita akan tampak terang bagi orang lain, bila kita memberikan our total body language. Bila berbicara dalam posisi berdiri, jangan lupa mengarahkan ujung kaki, dada dan muka ke lawan berbicara. Jika orang sudah bercerita hal-hal pribadi, tunjukkan empati Anda. Ajukan pertanyaan, yang bisa membuat orang semakin bangga akan dirinya.

Dan terakhir, ini mungkin sudah klise bagi Anda. Berjanjilah hanya tentang hal yang bisa dilakukan. Dan lakukan segala hal yang Anda telah janjikan.

Joseph Goldstein dan Jack Kornfield dalam The Path of Deep Meditation menulis : 'wisdom is not one particular experience, nor a series of ideas or knowledges to be collected. It is an on going process of discovery.'

Nah, dibandingkan menghafalkan keempat langkah saya di atas, jauh lebih berguna bila Anda mulai menyalakan lilin dalam diri Anda sekarang juga.


Share
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...